Senin, 15 Oktober 2012

Wedding oh wedding

 "Here is no more lovely, friendly and charming relationship, communion or company
than a good marriage "
~ Martin Luther ~

"Marriage is the golden ring in a chain whose
beginning is a glance and whose ending is Eternity "
~ Kahlil Gibran ~


Dua pekan yang lalu teman masa kecil saya melangsungkan pernikahan yang dilakukan dirumah dengan suasana yang tenang dan terasa sekali pancaran kebahagiaan dari raut kedua mempelai. Saya diundang untuk menghadiri dan sekaligus menjadi saksi dari kedua orang yang sudah mempunyai impian untuk masa depan berdua dan akan menapaki kehidupan baru dikemudian hari.
 
Nah,,gara-gara teman saya sudah banyak yang menikah diusia saya yang sekarang, membuat saya ingin menulis tentang sebuah pernikahan dari sudut pandang dan keegoisan saya sendiri. Hehe..Tidak bermaksud iri atau merasa tertekan ketika teman-teman saya sudah banyak yang mengucapkan janji suci ini. Semua orang berhak menentukan kapan ia menikah, tentunya karena pribadi lepas pribadi mempunyai target, tuntutan, dan tujuan yang berbeda dalam hidup.

Berbicara mengenai sebuah pernikahan, yang ada dalam benak saya adalah sebuah langkah baru. Bisa dibilang saya sedikit takut menapaki tahap yang satu ini, dilandasi dari banyak pengalaman dari orang lain membuat saya menciptakan pikiran-pikiran sendiri mengenai sebuah pernikahan. Mental? financial? kematangan diri sendiri? no no no bukan itu yang saya maksud. Menetralkan pikiran sendiri itu lebih susah daripada hanya menyiapkan mental dan perekonomian rumah tangga kelak. 

Saya termasuk orang yang sangat idealis. Saya tidak mau nantinya sebuah pernikahan hancur dan menghalalkan namanya perceraian, bukan itu yang saya inginkan dalam menjalankan sebuah pernikahan. Perceraian itu layaknya tradisi atau trend yang beredar dalam masyarakat  majemuk. Kalangan-kalangan tertentu juga rela untuk mengorbankan ikatan pernikahan hanya untuk orang ketiga yang jauh lebih cantik, jauh lebih ganteng, lebih kaya, atau dari keluarga yang terpandang? Bukan, bukan seperti itu yang saya rencanakan dari terbinanya sebuah rumah tangga. Saya paham, bahwa segala sesuatu yang dilandasi dengan pemikiran yang positif dan kesanggupan tentunya akan berjalan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Tetapi, terkadang kita perlu selektif dalam memilih pasangan yang nantinya akan hidup bersama kita. Soal selektif, saya paham benar, bahwa masing-masing orang mempunyai prioritas yang berbeda-beda. Ada sekelompok orang yang menginginkan pasangannya mempunyai bentuk tubuh yang bagus, ekonomi yang mumpuni, soal sikap itu nomor dua. Tapi, bagi sebagian orang, sikap itu nomor satu. dan saya menjadi bagian dari orang-orang yang memilih sikap dan kesiapan hati untuk berumah tangga.

Saya tidak menyalahkan atau tidak membenarkan jika orang mencari pasangan hidup harus kaya, cantik, ganteng, dan hal-hal yang bersifat daging semata. Mereka mempunyai kekuatan atas dirinya sendiri, mereka mempunyai alasan yang bagi orang-orang seperti saya sedikit susah untuk dipahami. Tidak gampang memang, semua yang diambil dalam hidup selalu mempunyai konsekuensi dan pastinya selalu ada yang dikorbankan untuk sesuatu yang lebih baik. Tinggal bagaimana kita mengelola sebuah permasalahan itu hanya sebagai sebuah tantangan yang pastinya dapat dilalui dengan mudah.

Eits,, tapi tenang saya tertarik kok untuk melakukan pernikahan, hanya lebih berhati-hati. Tidak menginginkan sebuah hubungan yang sempurna, tapi setidaknya bisa mengisnpirasi bagi hubungan orang lain dan saya enjoy menjalaninya. Saya tidak mengharapkan harta yang berlimpah, saya hanya membutuhkan sebuah kelanggengan dalam berumah tangga apapun caranya. Bagi beberapa orang  melihat kondisi yang saya alami merupakan pilihan yang bodoh karena masih mempercayai sebuah cinta yang bisa merubah segala sesuatu dalam hidup. Bagi saya, cinta adalah salah satu komponen yang saya butuhkan untuk meraih mimpi-mimpi saya.

Segala sesuatu perlu pertimbangan yang matang, sisi realistis juga jangan ditanggalkan. Segala sesuatu perlu rencana, perlu diskusi, dan perlu kesiapan dalam segala hal. Siapapun yang melangsungkan sebuah pernikahan jangan sampai terburu-buru, jangan anggap pernikahan sebagai sebuah hal yang menghalangi kita untuk meraih mimpi. Pernikahan hanya sebuah awal dari kehidupan dua orang yang disatukan untuk tujuan yang sama.



















1 komentar:

  1. ternyata titik idealis juga berpengaruh sekali
    :)
    so well
    seseorang yg bisa bilang dirinya idealis adalah type seorang yang rasa berhati hatinya gede
    :) keep walk the talk Anastasia

    BalasHapus