Minggu, 28 Oktober 2012

Brown in my half way

 Finding some quiet time in your life, I think, is hugely important.
Mariel Hemingway



Hujan..hujan..hujan..yap nampaknya sudah masuk musim penghujan, meskipun dibeberapa daerah masih belum dijamah hujan. Jujur, saya tidak begitu suka dengan musim hujan maupun musim kemarau, tapi itu memang dibutuhkan untuk kestablian alam. Saya suka dengan cuaca mendung, sedikit gelap tetapi matahari tidak muncul. Aneh! memang..karena saya sangat menikmati keadaan sepi, tenang, jauh dari hiruk pikuk. Terkadang menyendiri menjadi salah satu alternatif saya menenangkan diri dan menikmati hari-hari. Mungkin tidak menyangka jika saya termasuk orang yang suka berdiam diri ditempat yang sunyi, hanya untuk merefleksikan apa yang terjadi dan bersatu dengan indahnya alam.
Ketenangan warna cokelat menyatukan apa yang saya kenakan dengan setengah kepribadian saya. Lucu!  Tidak terlalu peduli dengan itu , hanya ingin membuat badan nyaman dengan hawa yang cukup dingin. Jalan-jalan sendiri dikala hujan cukup membuat suasana hati tenang, tidak perlu membeli barang-barang mahal, atau menikmati kuliner manca negara. Cukup dengan menikmati situasi yang mungkin tidak akan terjadi dua kali didalam kehidupan, itu jauh lebih penting.
Sendu? bukan! sedih?tidak juga! saya merindukan ketenangan, ketenangan dalam segala hal yang sedang saya perjuangkan untuk kelangsungan diri saya sendiri.




































Kamis, 18 Oktober 2012

Denin on my way

"Denim has always been an everyday symbol for style." 
~ Ritu Kumar


Tidak pernah bosan! ya,,tiba-tiba saya ingin menggunakan setelan jeans yang dipadupadankan dengan berbagai barang yang berbahan jeans. Waktu saya kecil, banyak sekali stock di lemari dari baju, celana, bahkan rok-rok pendek berbahan jeans. Semenjak saya beranjak dewasa, intensitas menggunakan segala sesuatu berbahan jeans sedikit berkurang. Mungkin karena telah banyak style yang masuk ke Indonesia dan memberikan saya gambaran yang lain tentang dunia fashion, membuat saya memutuskan untuk mencoba segala jenis style yang ada. Saya tipikal orang yang tidak mematok diri saya untuk hanya memakai satu gaya dalam berpakaian. Saya justru salut terhadap orang-orang yang bisa konsisten menggunakan satu jenis gaya dalam cara berpakaian dan itu menjadi sebuah style yang melekat dengan dirinya. Nah, karena saya tidak bisa konsisten dengan hal seperti itu, saya tidak terlalu memikirkan bagaimana saya memberikan gaya dalam saya berpakaian. Asalkan nyaman dan saya merasa enjoy menggunakannya, maka akan saya kenakan. Pastinya, saya juga bukan orang yang branded, tidak perlu mahal atau bermerk tertentu untuk membeli segala sesuatu. 

Setelah melihat salah satu online shop milik teman saya, saya tertarik untuk melihat salah satu atasan yang terlihat seperti berbahan jeans. Pada akhirnya saya putuskan untuk membeli satu barang yaitu kemeja yang kecenderungan warnanya seperti berbahan jeans. Nah, gara-gara kemeja itu saya jadi tertarik untuk menggunakan setelan tersebut untuk pergi. Sejujurnya, awalnya cuma iseng-iseng untuk mencoba jalan-jalan menggunakan setelan jeans ini, mengingat beberapa hari yang lalu hujan masih belum sering turun di kota saya, sehingga udara yang ada masih cenderung panas dan gerah. Jadi, memang ga ada salahnya menggunakan setelan berbahan jeans untuk jalan-jalan atau menghadiri acara-acara yang pastinya ga formal.

Simple dan pastinya tetap enak untuk dilihat, yah itulah jeans. Era jeans dikalangan masyarakat di negara maju maupun di negara berkembang tidak berubah. Jeans tetap ada dihati pecintanya meskipun jaman sudah berubah dan perkembangan fashion sudah semakin pesat. Inovasi demi inovasi juga memberikan nuansa yang baru dalam kemajuan jeans. So, apakah kalian masih memakai jeans? jawaban pasti, ya!
















Senin, 15 Oktober 2012

Wedding oh wedding

 "Here is no more lovely, friendly and charming relationship, communion or company
than a good marriage "
~ Martin Luther ~

"Marriage is the golden ring in a chain whose
beginning is a glance and whose ending is Eternity "
~ Kahlil Gibran ~


Dua pekan yang lalu teman masa kecil saya melangsungkan pernikahan yang dilakukan dirumah dengan suasana yang tenang dan terasa sekali pancaran kebahagiaan dari raut kedua mempelai. Saya diundang untuk menghadiri dan sekaligus menjadi saksi dari kedua orang yang sudah mempunyai impian untuk masa depan berdua dan akan menapaki kehidupan baru dikemudian hari.
 
Nah,,gara-gara teman saya sudah banyak yang menikah diusia saya yang sekarang, membuat saya ingin menulis tentang sebuah pernikahan dari sudut pandang dan keegoisan saya sendiri. Hehe..Tidak bermaksud iri atau merasa tertekan ketika teman-teman saya sudah banyak yang mengucapkan janji suci ini. Semua orang berhak menentukan kapan ia menikah, tentunya karena pribadi lepas pribadi mempunyai target, tuntutan, dan tujuan yang berbeda dalam hidup.

Berbicara mengenai sebuah pernikahan, yang ada dalam benak saya adalah sebuah langkah baru. Bisa dibilang saya sedikit takut menapaki tahap yang satu ini, dilandasi dari banyak pengalaman dari orang lain membuat saya menciptakan pikiran-pikiran sendiri mengenai sebuah pernikahan. Mental? financial? kematangan diri sendiri? no no no bukan itu yang saya maksud. Menetralkan pikiran sendiri itu lebih susah daripada hanya menyiapkan mental dan perekonomian rumah tangga kelak. 

Saya termasuk orang yang sangat idealis. Saya tidak mau nantinya sebuah pernikahan hancur dan menghalalkan namanya perceraian, bukan itu yang saya inginkan dalam menjalankan sebuah pernikahan. Perceraian itu layaknya tradisi atau trend yang beredar dalam masyarakat  majemuk. Kalangan-kalangan tertentu juga rela untuk mengorbankan ikatan pernikahan hanya untuk orang ketiga yang jauh lebih cantik, jauh lebih ganteng, lebih kaya, atau dari keluarga yang terpandang? Bukan, bukan seperti itu yang saya rencanakan dari terbinanya sebuah rumah tangga. Saya paham, bahwa segala sesuatu yang dilandasi dengan pemikiran yang positif dan kesanggupan tentunya akan berjalan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Tetapi, terkadang kita perlu selektif dalam memilih pasangan yang nantinya akan hidup bersama kita. Soal selektif, saya paham benar, bahwa masing-masing orang mempunyai prioritas yang berbeda-beda. Ada sekelompok orang yang menginginkan pasangannya mempunyai bentuk tubuh yang bagus, ekonomi yang mumpuni, soal sikap itu nomor dua. Tapi, bagi sebagian orang, sikap itu nomor satu. dan saya menjadi bagian dari orang-orang yang memilih sikap dan kesiapan hati untuk berumah tangga.

Saya tidak menyalahkan atau tidak membenarkan jika orang mencari pasangan hidup harus kaya, cantik, ganteng, dan hal-hal yang bersifat daging semata. Mereka mempunyai kekuatan atas dirinya sendiri, mereka mempunyai alasan yang bagi orang-orang seperti saya sedikit susah untuk dipahami. Tidak gampang memang, semua yang diambil dalam hidup selalu mempunyai konsekuensi dan pastinya selalu ada yang dikorbankan untuk sesuatu yang lebih baik. Tinggal bagaimana kita mengelola sebuah permasalahan itu hanya sebagai sebuah tantangan yang pastinya dapat dilalui dengan mudah.

Eits,, tapi tenang saya tertarik kok untuk melakukan pernikahan, hanya lebih berhati-hati. Tidak menginginkan sebuah hubungan yang sempurna, tapi setidaknya bisa mengisnpirasi bagi hubungan orang lain dan saya enjoy menjalaninya. Saya tidak mengharapkan harta yang berlimpah, saya hanya membutuhkan sebuah kelanggengan dalam berumah tangga apapun caranya. Bagi beberapa orang  melihat kondisi yang saya alami merupakan pilihan yang bodoh karena masih mempercayai sebuah cinta yang bisa merubah segala sesuatu dalam hidup. Bagi saya, cinta adalah salah satu komponen yang saya butuhkan untuk meraih mimpi-mimpi saya.

Segala sesuatu perlu pertimbangan yang matang, sisi realistis juga jangan ditanggalkan. Segala sesuatu perlu rencana, perlu diskusi, dan perlu kesiapan dalam segala hal. Siapapun yang melangsungkan sebuah pernikahan jangan sampai terburu-buru, jangan anggap pernikahan sebagai sebuah hal yang menghalangi kita untuk meraih mimpi. Pernikahan hanya sebuah awal dari kehidupan dua orang yang disatukan untuk tujuan yang sama.



















Selasa, 09 Oktober 2012

Quality time

Satu minggu tanpa orang yang disayangi, tidak akan bisa menggantikan satu hari bersama orang tersayang.

Anastasia Andicha



Weekend minggu lalu, saya berhenti dulu nih dari nge-blog dan kegiatan social media lainnya, karena saya mempunyai beberapa hal yang harus saya selesaikan, dan juga bertemu dengan teman sekaligus keluarga saya, yap Jakarta!
Bukan bermaksud untuk menilai keadaan sebuah kota dari sudut pandang sendiri, tapi yang jelas Jakarta bukan kota terbaik buat saya menikmati masa tua. Untuk kerja bolehlah yah, untuk menikmati kuliner-kuliner yang beragam, sebagai pusat dari semua kota, dan segala kemewahan lainnya. Namun, untuk tinggal, berkembang dan membentuk karakter, kota ini memang butuh pribadi-pribadi yang tahan banting, kalau ga kuat ya pasti akan tersingkir dengan mudah. Anyway, sesampainya saya di Jakarta seperti biasa saya disambut dengan hujan rintik-rintik dan yang pasti kemacetan alur lalu lintas. Padahal saat itu saya flight paling pagi, tapi kayaknya ga akan berpengaruh deh kalau di kota dengan sebutan "tidak pernah tidur" ini. 

Beberapa hal harus saya kerjakan, selebihnya jalan-jalan, chit-chat, dan yang pasti menikmati nuansa malam gedung-gedung yang gemerlap. Hari pertama saya putuskan untuk berkuliner di daerah pondok indah, meskipun saya tidak mengambil gambar dari makanan yang saya order. Over all sih interior tempat makan Jepang itu bagus, harga terjangkau atau relatif mahal, dan honestly saya tidak begitu suka dengan taste dari masakannya.

Jakarta memang jadi tempat berkumpulnya para pegawai, model, artis, segala jenis kalangan tumpuk jadi satu di kota ini. Kesenjangan sosial juga pastinya nampak jelas disini. Tapi, terlepas dari itu, kota ini impian bagi para pemimpi, dengan menyuguhkan segala jenis hal dan pastinya mimpi-mimpi itu dapat diwijudkan. Eits, tapi ingat yah, buat para pemimpi yang tidak berniat untuk bangun dan mewujudkan mimpi tersebut, ya jangan harap bisa survive di kota ini.

Hari kedua, saya putuskan untuk menenangkan pikiran dengan menonton film disalah satu mal kawasan senayan. Taken 2 menjadi alternatif film pada saat itu, ya selain memang saya belum pernah menonton film ini, sekaligus saya juga menunggu film kelanjutan dari Taken 1. Secara garis besar film pertama dan kedua tidak mempunyai perbedaan yang signifikan, hanya memang ceritanya saja yang dibalik.

Setelah jalan kesana kemari, yap terpilihlah satu tempat nongkrong yang asik banget buat mengisi kebosanan dan keriweuhan di kota ini, @Portico! disini saya menghabiskan hampir 1/4 hari, ditemani oleh kakak saya, keponakan, dan beberapa teman. Disini saya ga akan pernah merasa bosan, karena nuansanya memang dikemas dengan sangat baik, selain itu menu makanan juga beragama dan sangat enak.

Masih ada beberapa tempat yang saya kunjungi untuk meinkmati beberapa kuliner, seperti masakan Thai, juga ada aneka cake dengan topping berbeda-beda, dan kedua kuliner tersebut saya nikmati di mal kawasan semanggi.

Meskipun, hanya sesingkat itu di jakarta, tapi saya merasakan suasana yang berbeda, karena terakhir saya berkunjung ke kota ini, saya habiskan dengan bekerja, dan sekarang saya bisa menikmati kota ini dengan cara yang berbeda dengan orang-orang yang sangat dekat dengan saya.





































Selasa, 02 Oktober 2012

Sharing is caring

“In their innocence, very young children know themselves to be light and love. If we will allow them, they can teach us to see ourselves the same way. ” 
― Michael Jackson



Beberapa pekan yang lalu, saya bersama ketiga teman saya @kristinapramu , @SaputroAnton, dan @AhmadSunu, berkunjung ke salah satu panti asuhan anak yang terletak di kawasan ring road selatan Kabupaten Bantul. Yap Panti Asuhan Gotong Royong, Yayasan Gotong Royong ini didirikan oleh pendirinya karena dilatarbelakangi dari rasa peduli dan tidak tega melihat anak-anak kecil dibuang atau tidak diurus oleh orang tua mereka. Mereka memutuskan untuk mendirikan panti asuhan ini dengan perlahan.

Sekitar pukul 15.00 WIB kami sampai di panti asuhan ini, tidak ada yang berbeda dari panti asuhan yang lainnya. Kami merasakan suasana yang tenang dari luar, hanya beberapa anak kecil yang terlihat dari pintu samping. Begitu selesai berbincang-bincang dengan bapak dan ibu yang membantu mengurus panti asuhan ini, kami dipersilahkan untuk memasuki sebuah ruangan yang sudah diisi oleh anak-anak lucu yang sedang bermain, menonton televisi, sibuk lari kesana kemari, dan bahkan ada yang hanya duduk berdiam diri dan tidur.


Saat kami berkunjung kesana, kami bersamaan dengan pasangan muda yang sedang asik menggendong bayi yang sedang tertidur. Saya merasa kaget ketika anak-anak ini sangat antusias melihat kedatangan kami, beberapa anak tanpa ragu meminta gendong, atau bahkan memegang kaki kami dengan erat. Anak kecil perempuan dengan berbaju merah meminta saya untuk menggendongnya dan tidak mau untuk diturunkan, jadi saya putuskan kemana-mana bersama anak tersebut.

Melihat anak-anak ini saya dan teman-teman saya merasa sangat senang, saya tidak tau pasti berapa jumlah anak yang masih dirawat oleh Panti Asuhan Gotong Royong. Terakhir saya menanyakan sekitar belasan anak masih berada di panti asuhan ini. Beberapa sudah diadopsi oleh sebuah keluarga. Dahulu katanya, proses pengabdopsian sangat rumit, karena panti asuhan ini belum mempunyai SK, sehingga calon orang tua harus dapat bekerja sama dengan panti asuhan lainnya, selain itu karena kebanyakan anak disini tidak diketahui keberadaan orang tua mereka, itu juga mempersulit dalam pengurusan akta kelahiran mereka. Namun, semua itu dapat dijalankan dengan baik oleh Yayasan Gotong Royong ini, karena mereka mempunyai tenaga-tenaga manusia yang luar biasa.


Sejujurnya saya sedikit penasaran kenapa anak-anak ini bisa berada disini, akhirnya saya putuskan untuk bertanya kepada salah satu ibu yang membantu mengurus panti asuhan ini. Beliau menuturkan banyak alasan mengapa anak-anak ini dapat berada disini. Pertama, orang tua mereka mengaku tidak mempunyai pekerjaan yang tetap sehingga merasa kesulitan untuk mengurus buah hati mereka sendiri. Kedua, bayi tersebut merupakan hasil dari hubungan gelap sehingga orang tua kandung tidak mengharapkan kedatangan mereka. Ketiga, bisa dari sebuah rumah tangga yang tercerai berai sehingga anak mereka yang menjadi korban. 

Tanpa mengurangi rasa hormat, teman saya bertanya bagaimana para orang tua ini menyerahkan bayi-bayi tersebut, dan ternyata memang ada yang menyerahkan secara langsung, atau bahkan mereka menemukannya karena dibuang (mendapatkan informasi secara langsung atau dari orang lain).

Terlepas dari semua alasan mengapa anak ini dapat disini, atau asal usul, atau hal-hal lainnya, yang jelas mereka sangat butuh bantuan kita. Bukan hanya secara materi, tapi pengembangan mental mereka. Mereka membutuhkan keberadaan sosial mereka, yang mau untuk mendengar mereka, bersenda gurau bersama mereka, atau hanya sekedar menggendong mereka. 

Anak-anak ini tidak minta untuk dilahirkan, tapi mereka diberikan kepercayaan untuk mengisi kehidupan yang akan datang. Mereka memang tidak tau apa yang mereka lakukan hari ini, tapi mereka tau pasti apa yang mereka rencanakan untuk kehidupan mereka, dan orang-orang terdekat mereka. 
Jadi, apa salahnya kita berbagi kebahagiaan kepada mereka, dari hal-hal kecil yang bisa kita lakukan pasti sangat bermanfaat buat tumbuh kembang anak-anak ini.
karena Sharing is caring!